Teddy Syach : Mardani Dikritik Anak-anak Sendiri

Totalitas Teddy Syach dalam berakting ditunjukkan dalam sinetron Anak-Anak Manusia. Sebagai Mardani, pria Betawi yang seringkali menjadi 'trouble maker', Teddy berhasil membuat gemas sekaligus penasaran pemirsa RCTI.

Selama enam bulan penayangan sinetron drama religi komedi itu, Teddy tampak makin matang kualitas aktingnya. Ditemui di sela-sela syuting di kawasan Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (20/2) sore, Teddy menceritakan bagaimana pengalamannya bekerja dengan keluarga besar SinemArt Production.

Sinetron ini juga mempertemukan Teddy dengan sejumlah bintang sinetron yang ngetop di tahun 1990-an, seperti Devi Permatasari, Primus Yustisio, Vira Yuniar, Jihan Fahira dan Teuku Ryan. Mereka beradu akting dengan sejumlah pemain sinetron lain, seperti Asri Welas, Edy Riwanto dan lainnya.

Sinetron ini awalnya menjadi drama Ramadan yang mengisi layar RCTI, di bulan suci tahun 2013. Lantaran sambutan pemirsa baik, akhirnya SinemArt membuat versi regulernya, Hingga saat ini, sinetron tersebut selalu dinanti pemirsa.

Apa kata Teddy soal tokoh Mardani yang diperankannya? Inilah petikan penuturan pria kelahiran 21 Agustus 1974 ini kepada Tia Purbaningrum dari C&R.

Bagaimana Anda bisa memerankan tokoh Mardani dalam sinetron Anak-Anak Manusia?

Pak Leo Sutanto (produser SinemArt) yang langsung menawarkan pada saya. Dia bilang ini ada tokoh bagus yang bisa saya mainkan. Waktu saya baca sinopsisnya pertama kali, saya langsung tahu ceritanya memang bagus. Saya diberikan kebebasan mengekplorasi tokoh tersebut. Nah, ini yang penting buat saya.

Maksudnya?

Karakter Mardani unik. Kita tidak bicara soal protagonis atau antagonis

Manusia tidak luput dari kesalahan. Inti dari Anak-Anak Manusia sebenarnya itu. Orang yang baik sekalipun tidak akan luput dari kesalahan. Jadi saya mulai mengotak-atik tokoh itu dari sana Bagaimana dia tetap bandel, nakal, nyebelin tapi bagaimana orang tetap menyukai dia. Nah itu jadi tugas berat saya sebagai pemain. Bagaimana mengkreasikan sebuah karakter ya dari situ.

Anda bisa memberi masukan saat syuting?

Enggak begitu. Setiap penulis cerita punya hal berkreasi sendiri dalam menentukan tokoh. Tapi, tugas pemain lain lagi. Artinya saya bertanggungjawab penuh atas karakter yang saya mainkan. Tapi, saya menawarkan interpretasi pada karakter itu ke sutradara. Dari awal ini yang saya lakukan saat memainkan sosok Mardani.

 

**********

Putra sutradara Fritz G.Schadt ini sudah bermain sinetron sejak 20 tahun silam. Teddy misalnya sempat beradu akting dengan kakaknya sendiri, aktor Atalarik Syach, dalam sinetron Karmila, di era tahun 1990-an. Sebelum Anak-Anak Manusia, beberapa judul sinetron yang diproduksi SinemArt pernah dibintangi ayah dua anak ini. Misalnya Anugerah serta Yusra dan Yumna.

**********

 

Apakah Anda sempat merasa jenuh selama enam bulan syuting Anak-Anak Manusia setiap hari?

Kejenuhan pasti ada karena melakukan hal yang berulang-ulang. Tapi diusahakan untuk dibawa fun, tidak kelihatan di dalam adegan. Nikmati aja.

Bagaimana apresiasi anak-anak tentang akting Anda?

Mereka nonton sinetron Anak-Anak Manusia. Anak-anak adalah kritikus nomor satu penampilan saya. Hahaha.

Apa kritikan mereka misalnya?

Ya macam-macam. Anak-anak saya yaitu Aqshal dan Karnisya mengkritik katanya adegan ini over kek atau harusnya saya enggak usah begini. Saya tanya pada mereka, bagaimana menurut kalian sebagai penonton? Jadi sejak mereka kecil saya ajarkan melihat sesuatu jangan hanya bisa mengkonsumsi. Misalnya soal makanan. kita jangan cuma bisa bilang enak, tapi kita harus tahu apa ingredients di dalamnya. Jadi bagus itu relatif. Tapi kalau dia sudah bisa menjabarkan itu sesuatu lagi.

Bagaimana dengan istri?

Wah apalagi. Itu udah kritikus murni. Hahaha. Pada dasarnya mereka stres. Artinya, enggak menyangka, wah karakter yang saya mainkan jadi begini. Kita melihat reaksi penonton seperti apa. Menerima atau menolak. Saya pikir enggak ada yang keberatan, jadi jalan terus. Kuncinya aktor itu, kalau dia tidak yakin dengan yang dimainkan bagaimana penonton.

Apa pelajaran yang didapatkan dari sinetron ini?

Sebenarnya kalau kita cermati apa yang keluar dari Mardani adalah wujud kritik masyarakat terhadap ketidakadilan, dan mau menang sendiri. Tokoh yang berlebihanlah. Kan banyak tuh di masyarakat kita yang kayak gitu.

Adakah si si baiknya Mardani?

Apa yang dia sampaikan sebenarnya benar. Tapi pelaksanaannya enggak ada yang baik satupun. Nah, dia mengerti dan paham tapi enggak dijalankan. Hahaha.

Apakah ayah Anda pernah mengajarkan caranya menjadi aktor?

Oh enggak. Menjadi aktor enggak bisa dipelajari. Hanya bisa diresapi. Tugas aktor yang paling penting adalah observasi. Dia bergaul dengan lingkungan, dan menemukan banyak karakter. Makin dia mau observasi, maka makin banyak pengetahuannya.

Menurut pendapat Anda sinetron stripping masih bisa dipertanggung jawabkan kualitasnya?

Kalau zaman sekarang kita enggak bisa bicarakan kualitas saja. Industri membutuhkan tayangan sekian banyak untuk hiburan. Ibaratnya kami berada di posisi yang harus memenuhi kuota, di samping berkesenian. Karena aturan permainan sudah enggak ada. Jadi saya mengikuti arus saja. Memang zamannya seperti ini berbeda dengan era tahun 1990-an, sinetron ditayangkan weekly.

 

(C&R, Edisi 809, 26 Februari - 4 Maret 2014)