Mikha Tambayong : Makin Dewasa Sejak Jadi Artis

Harus memerankan dua remaja yang saling jatuh cinta, El dan Mikha pun tidak bisa menghindari tuntutan adegan mesra. Mulanya mereka cukup kesulitan, apalagi menurut Mikha, El adalah cowok pendiam dan kaku. Laiu bagaimana mereka membangun chemistry itu?

Mikha pun teringat saat pertama kali bertemu dan memerankan adegan perdana mereka. "Pertama kali ketemu dia pendiam banget. Jadi aku yang ajak ngobrol duluan. Ternyata orangnya seru dan baik," puji Mikha.

Memang, penayangan sinetron yang kejar tayang ini membuat waktu yang tersedia untuk mendalami peran masing-masing sangat terbatas. Mau tidak mau, mereka harus bisa memanfaatkan waktu di sela syuting untuk saling menyelami karakter yang mereka perankan.

"Selama syuting kita sama-sama belajar. Karena sinetron ini kejar tayang jadi tidak ada kesempatan untuk reading. Mendalami perannya dilakukan pas syuting saja. Aku dan El jadi sering ngobrol dan diskusi bagaimana seharusnya adegan itu dilakukan, bagaimana enaknya," lanjutnya.

KARENA PENDIDIKAN YANG UTAMA

Meski lelah menjalani syuting striping sepulang kuliah, Mikha menikmati kolaborasinya dengan El. Apalagi di sinetron kali ini ia juga menjadi penyanyi seperti impiannya.

Karena itu Mikha harus pintar-pintar membagi waktu antara pendidikan serta kariernya di dunia akting dan tank suara. la sadar betul, pekerjaan di dunia hiburan sungguh tak terprediksi. Lagi pula ia sepakat dengan kedua orang tuanya, bahwa pendidikan adalah dasar kehidupan yang sangat penting.

"Dari aku kecil mereka selalu menekankan bahwa pendidikan itu penting. Mereka juga selalu bilang, 'Kalau kamu mau belajar, kamu pasti bisa pintar dan sukses'," tiru putri tunggal kelahiran 15 September 1994 ini.

Kedua orang tuanya, pasangan Michael dan Deva Tambayong, juga melatihnya mandiri sejak kecil. "Tiap hari ditinggal mama-papa ke kantor, jadi harus bisa mengerjakan semuanya sendirian. Saat mereka pulang aku harus sudah mandi, mengerjakan PR dan sebagainya," kisah Mikha.

Untuk semakin melatih kemandiriannya, ibunda Mikha yang melihatnya punya bakat seni, diam-diam mendaftarkannya pada salah satu ajang pemilihan gadis sampul pada 2008.

"Sebenamya aku tidak kepengin awalnya. Alasannya, aku agak tomboi dan sukanya olahraga, makanya tidak terpikir untuk jadi model-model seperti di majalah, lebih senang menyanyi. Aku yang mulai senang mengejar prestasi di sekolah juga tidak mau studiku terganggu. Tapi tiba-tiba mama ngasih majalah yang sudah ada wajahku di situ. Akhirnya mau nggak mau harus ikut," kenangnya.

Meski terbiasa ditinggal kedua orang tuanya bekerja, Mikha merasa karantina adalah proses yang cukup menyiksa. "Berat banget, aku yang tidak pernah meninggalkan rumah harus ikut karantina. Akhirnya sering nangis dan minta pulang," cerita gadis berambut panjang ini.

Namun Mikha yang pada dasarnya punya prinsip harus menyelesaikan apa yang sudah ia mulai, akhirnya bertahan hingga karantina selesai. Hasilnya, meski ia tak keluar sebagai pemenang, beberapa tawaran kerja langsung menghampirinya. Di antaranya terlihat dalam sinema tv remaja Cookis dan Kepompong. Sama seperti pemilihan gadis sampul, mulanya Mikha tak menikmati perannya.

"Mungkin ini yang namanya rezeki, karena jujur aku tidak pernah ikut casting. Tapi karena waktu itu dijanjikan tidak akan mengganggu kegiatan sekolah, artinya syuting sepulang sekolah dan tidak sampai malam, ya sudah akhirnya mau. Tapi ternyata cukup berat. Apalagi aku sering mendapat peran protagonis yang hidupnya susah. Syuting Nada Cinta bareng Dewi Sandra termasuk yang paling berat. Syutingnya disiksa banget, mulai dari dikubur hidup-hidup, kebakaran, ketabrak dan sebagainya," cerita keponakan musisi kawakan, Harvey Malaiholo ini.

KALAU TIDAK DIPAKSA

Lagi-lagi Mikha bertahan. Hingga suatu ketika ia menyadari bahwa ternyata peran-peran menderita yang dijalaninya telah memberikan banyak pelajaran berharga.

"Walaupun itu cerita fiktif tapi banyak terinspirasi dari kisah nyata dan aku harus menghayatinya. Lama-lama aku merenung, bahwa ada orang-orang yang tidak seberuntung diriku. Akhirnya jadi merasa kan derita mereka dan bersyukur dengan kehidupanku. Termasuk bersyukur dengan paksaan mama yang membuatku tumbuh lebih dewasa, menjadi seperti sekarang," syukurnya.

Kedewasaan yang dimaksud Mikha, salah satunya ia menjadi seseorang yang lebih peka dengan kondisi sekitar. "Aku tadinya moody dan agak judes sama orang, apalagi kalau tidak kenal. Juga tidak terlalu ngeh dengan sekitar. Nah dengan syuting yang mewajibkanku berinteraksi dengan orang, jadi lebih terbuka dan peduli sekeliling. Apalagi waktu mulai sering nyanyi ke daerah-daerah terpencil. Itu banyak banget belajar bagaimana berinteraksi dengan orang, mengekspresikan sopan santun, dan sebagainya. Mungkin karena secara usia juga bertambah dewasa ya," renung Mikha.

Kedewasaan juga membuatnya kian bersyukur dan bersemangat menjalani pekerjaan yang singgah dalam kehidupannya. Apalagi jika mengingat dengan rezeki yang didapatnya, Mikha dapat membantu orang yang membutuhkan.

"Pernah aku melihat di sekitar Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, ada bapak-bapak yang duduk di pinggir jalan dengan wajah memelas sekali. Aku langsung sedih dan minta sopir putar balik untuk memberikan sesuatu. Mendengar dia begitu tulusnya mengucap terima kasih dan mendoakan supaya kami sehat, membuatku tak kuasa menahan air mata. Intinya sejak jadi artis aku lebih peka dengan sekitar. Kalau sebelumnya mungkin cuek saja," renung Mikha lagi.

Perasaan demikian membuatnya kecanduan. "Artinya, dengan pekerjaan ini aku bukan hanya bisa memenuhi kebutuhanku sendiri tapi juga bisa membantu orang. Ini juga yang memotivasiku untuk bekerja terus. Aku ingin bisa membantu orang lain. Melihat yang dibantu tersenyum senang menjadi kepuasan dan kebahagiaan tersendiri. Jadi ingin menolong lagi dan lagi," katanya, tersenyum tulus.

Kalau sudah demikian, ia berterima kasih pada ibunda tercinta yang telah memaksanya memasuki dunia hiburan.

"Lumayan belajar dengan paksaan. Aku bersyukur, kalau tidak dipaksa aku tidak akan menjadi seperti ini. Orang kan beda-beda, ada yang punya motivasi diri, tapi ada juga yang butuh dorongan dari luar. Nah aku ripe yang butuh dorongan. Kadang kita memang harus keluar dari zona nyaman. Orang tuaku sudah mendorongku sedemikian rupa, sekarang saatnya untuk mendorong diri sendiri," ujar Mikha, bijak.

Mendorong diri sendiri diwujudkan Mikha dengan profesional membagi waktu kerja dan kuliahnya. "Kuliahnya banyak pagi sampai sore, lanjut syuting. Capek memang, tapi ini harus dijalani demi konsekuensi. Aku sudah memutuskan untuk menjalani dua-duanya. Sebenamya tahun lalu sudah sempat break satu tahun. Jadi ceritanya aku lulus lebih cepat setahun. Aku manfaatkan jeda waktu untuk menjalani pekerjaan di dunia entertainmen, menyelesaikan kontrak dan sebagainya. Tahun ini merasa sudah siap ya jalani saja. Pembagian waktunya bisa diatur sedemikian rupa," kata mahasiswa Universitas Pelita Harapan ini.

Soal jurusan hukum yang diambilnya, Mikha punya argumen tersendiri. "Dari dulu memang tertarik bidang hukum. Bukannya mau jadi lawyer, tapi biar lebih paham masalah hukum, jadi nggak perlu meng-Mre orang untuk mengerti atau tawar-menawar kontrak kerjaku sendiri. Mudah-mudahan ke depan selain tetap di dunia hiburan bisa buka kantor hukum sendiri," harapnya.

"Tapi untuk saat ini yang penting mengisi diri dengan pendidikan sebisa mungkin. Ini kan bekal hidup sekaligus proses pendewasaanku. Perkara nanti bisa dipakai untuk pekerjaan atau tidak, lihat nantilah. Aku juga masih mau mengumpulkan dana untuk melanjutkan S2 di luar negeri," ungkap Mikha tentang mimpinya.

 

(Wanita Indonesia, Edisi 1273, 12-18 Juni 2014)